Senin, 27 Desember 2010
Minggu, 26 Desember 2010
SAYANG, AKU JUGA MANUSIA BIASA !
SAYANG, AKU JUGA MANUSIA BIASA !
Kamu berkata ;slamanya hanya kamu yg ada dihatiku
namun aku seorang suami,
aku khawatir kesehatannya,
aku tak tega menyakitinya......!
namun, tahukah engkau saat itu hatiku berdarah ?
pernah kah terfikir olehmu aku juga bisa menangis ?
ketika ku bilang ;
kalau istrimu tak bahagia itu salahmu.........!
jadilah suami yang baik, sayangi dia , bahagiakan dia,
tunjukan itu denga nyata,
tak cukup hanya dengan sikap santunmu.!
Lalu dengan pandangan penuh terima kasih,
kau mengangguk, berjanji akan melakukannya,
kau cium keningku sambil membisikan ;
aku tak yakin ada wanita kedua yg berhati seindah kamu dik !
sungguh, hanya Allah yg tahu,
ketika itu hatikupun menjerit ?
aku tak sebaik itu..................!
aku juga ingin memilikimu utuh ,
di alam nyata,
tidak hanya dalam hayal dan mimpi2ku !
aku capek dengan kepura2anku.!
aku tak sebaik itu !
meskipun aku tahu, bukan salahmu dan juga bukan salahku,
kalau kini diantara kita ternyata ada dia,
Astagfirullah,
kadang hasratku membuat aku berfikir jahat,
andai dia bisa jadi tak ada..........!
ampuni aku ya Allah !
Rabu, 22 Desember 2010
SITI MANGGOPOH , SINGA BETINA DARI RANAH MINANG !
oleh Uni Marni Malay pada 22 Desember 2010 jam 21:55
Pada hal kewajban manusia untuk mengasihi ibu itu adalah hal ysng sudah semestinya.....!
Entah mengapa, nuraniku lebih condong mengartikan hari ibu sebagai hari memperingati perjuangan wanita Indonesia dalam melawan penjajah, yang konon hampir tak terangkum dalam sejarah, seperti halnya si ' SINGA BETINA DARI RANAH MINANG ' SITI MANGGOPOH, dengan mana kita akan dapat memberikan dorongan semangat kepada generasi muda untuk meneladani beliau. untuk inilah catatan ini aku tulis, dengan mengambil sumber dari Wikipedia, semoga ada manfaatnya !
Bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya !
Siti Mangopoh adalah pejuang wanita dari desa kecil terpencil di Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Dilahirkan bulan Mei 1880, Siti Manggopoh pada tahun 1908 melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). Gerakan rakyat untuk menolak kebijakan belasting di Manggopoh disebut dengan Perang Belasting.Peraturan belasting dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau. Sebab, tanah adalah kepunyaan komunal atau kaum di Minangkabau.
Peristiwa yang tidak bisa dilupakan Belanda adalah gerakan yang dilakukan Siti Manggopoh pada tanggal 16 Juni 1908. Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini sehingga meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh.
Dengan siasat yang diatur sedemikian rupa oleh Siti, dia dan pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng. Sebagai perempuan Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari informasi tentang kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka.Ia pernah mengalami konflik batin ketika akan mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda. Konflik batin tersebut adalah antara rasa keibuan yang dalam terhadap anaknya yang erat menyusu di satu pihak dan panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda di pihak lain, namun ia segera keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk membantu rakyat. Tanggung jawabnya sebagai ibu dilaksanakan kembali setelah melakukan penyerangan. Bahkan anaknya, Dalima, dia bawa melarikan diri ke hutan selama 17 hari dan selanjutnya dibawa serta ketika ia ditangkap dan dipenjara 14 bulan di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang. Mungkin karena anaknya masih kecil atau karena alasan lainnya, akhirnya Siti Manggopoh dibebaskan. Namun, suaminya dibuang ke Manado.
HAR IBU , PERSAMAAN GENDER DAN PEREMPUAN MINANG
Sejarah adanya hari ibu adalah berawal dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogjakarta di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani), namun Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938.
Jadi kalau hari ibu ditujukan memperingati perjuangan gender, perempuan minang tidak perlu ikut memperingatinya, karena perempuan minang telah menikmatinya atau mendapatkan kedudukan yang sejajar dengan laki2 jauh sebelum belanda menjajah indonesia, berabat2 sebelum kongres itu diadakan...........!
Bahwa apa yang menjadi tujuan dari kongres itu sendiri adalah secara umum dapat dikatakan sebagai ' perjuangan gender dan atau emansipasi wanita.
Namun apa yang dihasilkan dari kongres tersebut, tak jelas selin sekedar penetapan hari ibu, yang sekarang secara umum diterjemahkan sebagai hari pada saat mana orang2 menunjukan kasih sayang kepada ibu atau perempuan.
Namun apa yang dihasilkan dari kongres tersebut, tak jelas selin sekedar penetapan hari ibu, yang sekarang secara umum diterjemahkan sebagai hari pada saat mana orang2 menunjukan kasih sayang kepada ibu atau perempuan.
Bertolak dari apa yang diperjuangkan tersebut jelas ini irrelevan dengan keberadaan Bundo Kanduang di ranah minang, yang nota bene, meskipun tidak ada sumber data tertulis, dunia mengakui, bundo kanduang tidak berkepentingan untuk tujuan itu, karena dari awal keberadaan perempuan minang dalam masyarakat sudah menempati kedudukan yang setara dengan kaum lelaki,bahkan boleh di bilang dalam rapat2 kaum, rapat2 adat, tidak ada keputusan yang bisa diambil tanpa persetujuan perempuan, atau Bundo Kanduang.
Bahwa pada masa penjajahan, para pejuang wanita di Ranah Minang, tidak lagi berjuang dalam bentuk persamaan gender, namun sama dengan kaum lelaki, yaitu perjuangan melawan penjajah,sebagaimana yang dilakukan oleh Rohana Kudus dan Siti Manggopoh !
Siapakah Sitti Mangopoh ini ?. Sitti Mangopoh dijuluki juga sebgai ' SINGA BETINA DARI RANAH MINANG, adalah perempuan pejuang dari desa kecil terpencil di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. “Perempuan pejuang yang berjuang bersama kaum laki-laki tanpa mengenal perbedaan jenis gender. Ia tidak mengusung idealismenya dalam tuntutan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang dilakukannya adalah menggelorakan semangat anti penjajahan.
Demikian juga halnya Rohanna Kudus, sang jurnalis perempuan dari ranah minang, bahwa kalau kita lihat perjuangannya melawan penjajah melalui tulisannya di media, sungguh tidak pantas dia di sejajarkan dengan KARNTINI yang hanya bisa curhat dan berkeluh kesah kepada noni belanda, putri penjajah, dan pasrah menikah dengan bupati jepara yang sudah tua.
Tidak, sebagai putri minang saya tidak akan pernah meminta kepada pemerintah agar kedua orang itu diangkat jadi pahlawan nasional, BAHWA TUJUAN SAYA DI SINI , tak lain dan tak bukan untuk membuka mata hati para generasi minang, mengobarkan semangat mereka sebagai mana bergeloranya semangat juang kedua putri minang tersebut, tentunya dalam bentuk yang sesuai dan di butuhkan pada masa sekarang !
Adalah RELEVAN saya kemukakan disini BAHWA Dalam Adat Minangkabau Kedudukan wanita mendapat tempat yang sangat mulia dan terhormat, baik karena seorang ibu lebih dominan dalam menentukan watak manusia yang dilahirkan, karena ibulah yang mendidik anak2 mulai dari dalam rumah maupun karena peranannya sebagai juru kunci harta pusaka, hal mana kalau kita kaitkan dengan Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (Aku mengartikannya sebagai Alquran dan hadist Rasul) jelas sangat sejalan.
Bahwa pengertian juru kunci disini bukanlah berarti sebagai petugas administratif belaka, namun lebih kepada pengendali, yang mana segala sesuatu yang akan diperbuat terhadap harta pusaka itu, harus melalui musyawarah yang mana hak perempuan dan lelaki sama, seperti misalnya dalam menggadai harta pusaka, tidak akan dapat dilakukan tanpa persetujuan anggota kaum perempuan.
Minggu, 19 Desember 2010
CATATANKU DARI MENGIKUTI KONGRES KEBUDAYAAN MINANGKABAU DI PADANG, 12-13 DESEMBER 2010
2. TENTANG TANAH ULAYAT NAGARI DI RANAH MINANG
(Salah satu pokok bahasan dalam SKM)
Seperti saya bilang, apa yang dibicarakan dalam seminar Kebudayaan Minangkabau itu' omong kosong, mamak dan para datuk malah mempertanyakan batas2 tanah ulayat, pada hal seharusnya sebagai mamak/datuk mereka tahu itu !
Bahwa tak ada yang bicara tentang apa itu tanah ulayat, bagaimana status hukumnya dalam negara ini ?
Bahwa aku semakin heran lagi diantara para PEMBICARA/NARA SUMBER, tidak ada satu pembicarapun yang punya skill tentang hukum tanah dan atau hukum tanah adat, sehingga tak dapat terhindarkan konon semua draf yang dibuat panitia itulah yang menjadi hasil seminar {sampai hari ini saya belum mendapat copy dari hasil seminar itu ) .
Bahwa seharusnya yang di bahas dan sangat diharapkan oleh masyarakat mengenai Tanah Ulayat ini, termasuk aku juga, adalah ; APA ITU TANAH ULAYAT DI RANAH MINANG ?
Akan tetapi sampai sidang paripurna pengambilan kesimpulan, ' TIDAK ADA YANG BICARA TENTANG INI, KENAPA ?
Baiklah, mungkin ada baiknya juga kusampaikan sedikit yang aku tahu tentang tanah ulayat !
Berdasarkan beberapa literatur budaya minang, saya dapat simpulkan, ada ;
- Ulayat raja (sekarang tentu tidak ada lagi, dulunya terdiri dari antaralain, danau dan tanah yang tidak termasuk ulayat nagari dan kaum )
- Ulayat Nagari ( seluruh areal tanah , air yang ada dalam wilayah suatu nagari minus ulayat kaum.)
- Ulayat Kaum ( areal tanah yang dikuasai secara turun temurun oleh suatu kaum, yang disebut juga sebagai harta pusaka tinggi kaum tersebut )
Bahwa menurut :
Undang Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang
ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Nah, pasal ini dengan tegas menjelaskan tentang status hukum tanah di negara RI, bahwa terhadap tanah berlaku hukum adat, maka tidaklah aneh dan atau wajar pertanyaanku ;
Kenapa sampai BPN SUMATRA BARAT bisa menerbitkan HAK MILIK atas tanah ulayat di minang kabau kepada Transmigran dari pulau jawa ? Apa alas haknya ? Bukankah alas hak atas tanah ulayat itu harus diterbitkan oleh pengulu dan di ketahui oleh KAN ? Atau pernah kah mamak di minang menyerahkan tanah ulayat untuk transmigrasi ?..................segudang pertanyaan tentang ini, makanya dalam seminar itu aku sebut sebagai : PERAMPOKAN TANAH ULAYAT OLEH PEMERINTAH, DAN ITU TERJADI KARENA NINIK MAMAK TAK MENGERTI ADAT, PERAN DAN FUNGSINYA, DAN ATAU TAKUT PADA PENGUASA, WALAUPUN HIDUNGNYA KEMBANG KEMPIS MENYANDANG GELAR DATUK, DAN MEMAKAI BAJU KEBESARAN DATUK !
Bahwa secara adat seluruh ulayat nagari diperuntukan kepada masyarakat di nagari ybst, yang mana hanya orang nagari itu yang dapat menguasai ulayat nagari sebagai hak milik setelah mereka olah dan kuasai secara terus menerus dan turun -temurun, sedangkan masyarakat di luar nagari ybst hanya dibolehkan mengolah sebagai hak pengolahan setelah minta izin kepada ninik mamak nagari ybst, dan tidak boleh menjadikannya sebagai hak milik.
Selanjutnya mengenai ulayat kaum, tentunya yang dapat menghitam putihkan adalah anggota kaum tersebut yang dipimpin oleh ' MAMAK KEPALA WARIS" dan ulayat kaum ini tidak boleh diperjual belikan, hanya boleh di gadaikan dalam keadaan terjadi empat perkara ;
1. gadih gadang indak balaki
2. maik tabujua di tangah rumah.
3. rumah gadang katirisan
4. pambangkik batang tarandam.
itu adalah yang umum ku temui dalam literatur, namun dulu nenekku pernah bilang ada sebab ke-5 yaitu ;
" PANUTUIK ARANG TACOREANG DI KANIANG !", artinya penutup malu dalam kaum.
Nah seharusnya ini antara lain yang hendak aku dengar akan dibahas dalam seminar itu, mengingat aku dan kurasa banyak masyarakat minang lainnya sangat minim pengetahuan tentang adat istiadat minang termasuk tanah ulayat.
Bahwa atas dasar hukum apa yang dipakai oleh transmigran dari jawa untuk mendapatkan masing2 2 Ha tanah yang digarapnya ditingkatkan status jadi hak milik, pada hal adat menentukan hanya penduduk setempat yang punya hak untuk menjadikan ulayat nagari menjadi hak milik ...?
Bahwa bagaimana mungkin KAKANWIL BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI Suamatra Barat tidak mengetahui pasaal 5 UUPA tersebut, sehingga dapat menerbitkan sertifikat tanah atas nama orang jawa yang menggarap tanah ulayat nagari ?
Ataukah benar ada hibah dari mamak kepada pemerintah ?
Bahwa seandainya tidak ada hibah, jelas itu " PERAMPOKAN TANAH ULAYAT NAGARI OLEH PEMERINTAH SUMATRA BARAT' dan Nini- Mamak diam saja, kenapa ? takut pada penguasa ? Atau tidak mengerti hukum adat ?
Lalu, kalau tidak paham hukum adat, kenapa pula mesti uring2an di KTP tak dimuat gelar datuknya ?
SUNGGUH AKU SEBAGAI PUTRI MINANG SANGAT PRIHATIN DENGAN KEADAAN INI, BAHWA MUNGKINKAH, NINIK-MAMAK/PARA DATUK PEMANGKU ADAT,PARA PENGHULU DI KAERAPATAN ADAT NAGARI, GUBERNUR , BUPATI DAN WALIKOTA JUGA TAK PAHAM HUKUM ADAT DAN JUGA PASAL 5 UUPA ITU ?
Saudaraku, orang minang se dunia,.............!
Masalah ini patut kita renungkan, dan cari solusinya, baik terhadap tanah ulayat di ranah minang yang telah diberikan pemerintah kepada para transmigran secara melawan hukum (pasal 5 UUPA), maupun untuk pengelolaan kedepannya, semuanya aku harap untuk : KEJAYAAN RANAH MINANG NAN TA CINTO !
DEMIKIAN, KALAU ADA YANG SALAH DAN JANGGAL AKU MOHON MASUKAN DAN KRITIK YANG MEMPERBAIKI TULISAN INI, AKU MENYADARI, SANGAT DANGKALNYA PENGETAHUANKU TENTANG ADAT !
Bekasi, 19 Desember 2010.
Wassalam,
MARNI MALAY, SH.
Jumat, 17 Desember 2010
CATATANKU DARI MENGIKUTI KONGRES KEBUDAYAAN MINANGKABAU DI PADANG, 12-13 DESEMBER 2010
1. CATATAN UMUM
Mendapatkan undangan untuk mengikuti KKM pada bulan Juli 2010, sungguh satu harapan yang sangat membangkitkan semangatku, untuk dapat berkiprah terhadap kampung halaman.
Bahwa apa yang aku baca di draf KKM yang sedianya akan dilaksanakan di Bukit Tinggi tampaknya sema dan sebangun dengan apa yang sedang aku usaha lakukan di Ikatan Cendikiawan Perempuan Minang yakni sebagaimana yang tercermin dalam Misi dan Visi : - Misi ;
Menghimpun perempuan – perempuan Minang terpelajar di seluruh dunia yang punya kepedulian kepada kejayaan Ranah Minang, untuk bersatu dalam satu wadah organisasi sosial kemasyarakatan, guna membangun kampung dan nagari dalam segala aspek kehidupan, sesuai dengan ‘ ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH ‘.
- Visi ;
1. Meningkatkan pendidikkan moral/ahklak generasi muda sejak usia dini sesuai dengan ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH.
2. Menggali, menumbuhkan kembali dan menerapkan dalam kehidupan riil, budaya adat istiadat Minang Kabau, sehingga tercermin dalam kehidupan masyarakat Mianang.
3. Ikut berperan serta dalam memajukan pembangunan di ranah minang dengan bekerjasama dan atau membantu pemerintah daerah Sumatra Barat, serta lembaga2 adat, ninik mamak, cerdik pandai dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Namun apa yang kita saksikan kemudian adalah :
Banyak sekali tantangan dari berbagai pihak agar KKM jangan di laksanakan, meskipun sampai detik ini belum jua aku paham apa alasan mereka yang menantang/menolak. Bahwa tak jarang aku bahkan bersitegang urat tulisan di dunia MAYA dengan para penantang, baik untuk menanyakan alasan2 mereka, maupun untuk menghajar mereka dengan tulisan yang pedas keras menyengat, mengingat alasan2 yang mereka kemukakan menurutku sangat mengada2, tidak berdasar HUKUM, AGAMA, ADAT, DAN AKAL SEHAT, dan juga ; alun pai lah ba baliak, bahkan sebahagian dari mereka ada yg menjadi pak turut,' ONDONG AIE ONDONG DADAK.
BAHWA TAK JARANG JUGA AKU MENUDUH MEREKA SEBAGAI PEMBUAT KISRUH/ ONAR DAN ATAU PROPOKATOR ENTAH DENGAN MAKSUD APA DAN ENTAH SIAPA DIBELAKANG MEREKA ?
Sampai pada tanggal diadakannya SKM, aku lebih suka menyebutnya KKM, karena faktanya adalah kongres yg dilaksanakan, aku upayakan hadir dengan segala upayaku, bahkan dengan memanggil saudaraku (abang sulungku) dari kampung untuk menjaga anak2ku di Jakarta, agar aku bisa datang ke Padang mengikuti KKM tersebut.
Namun setelah 2 hari aku mengikuti KKM tersebut, dengan sangat menahan geram, akhirnya aku sampaikan unek2ku di sidang paripurna pengambilan kesimpulan.
Bahwa ini seminar omong kosong.., yang diseminarkan A yang di bahas Z, tOLONG ULANG LAGI SIDANG2 KOMISI, SEBAB KALAU INI YANG JADI PRINT OUT SKM INI, SUNGGUH MEMALUKAN, AKU MERASA SIA2 JAUH2 DATANG DARI JAKARTA !
Bahwa ternyata para ninik mamak, para datuak, bahkan panita sendiripun tidak dapat menggiring kongres seperti yang di harapkan, dan atau para mamak mungkin tidak paham dengan tujuan kongres itu sendiri, demikian juga halnya dengan panitia, karena bagaimana mungkin kongres tentang ABS-SBK, tetap berlangsung, di saat azan zohor, azan ashar , kalau panitia mengerti dengan ABS-SBK ?
Aku tidak punya latar belakang pendidikan agama, tapi aku cukup belajar dari orang tuaku, nenekku, buku2, bahwa shalat itu tidak bisa ditunda karena alasan apapun, kecuali terjadi keadaan darurat sedemikian rupa sehingga tidak bisa menjalankan shalat. bahkan orang sakit yang hanya matanya saja bisa digerakkan, mesti shalat tepat waktu.Aku berharap pernyataanku ini akan dibantu jelaskan lebih lanjut oleh para uztad.
Artinya, panitia sendiri tidak paham maksud dari ABS-SBK , itu sendiri !
Okelah, bagaimanapun upaya panitia untuk membicarakan ABS-SBK patut dipuji dan didukung, meskipun mereka tidak paham tentang itu, berharap dengan KKM, kedepannya semua kita akan lebih paham.....!
Aku mohon maaf kepada panitia GEBU MINANG & PARA DATUK YANG MENGIKUTI SEMINAR, BAIK ATAS APA YANG AKU SAMPAIKAN DI SIDANG PARIPURNA, MAUPUN DALAM CATATAN INI, TAK LAIN MAKSUDKU UNTUK KEBAIKAN RANAH MINANG TERCINTA , AKU PUTRI MINANG ASLI, AKU BANGGA JADI PUTRI MINANG, AKU INGIN BERBUAT TERHADAP KAMPUNG HALAMANKU YANG PUNYA BUDAYA SANGAT INDAH YANG SEJALAN DENGAN AJARAN AGAMAKU, ITULAH YANG MENDORONGKU MENULIS INI,SEKARANG DAN MASA2 SEBELUMNYA , DAN INSYA'ALLAH DI MASA2 MENDATANG !
Lalu apa yang mereka bicarakan dalam SKM itu ?
- Mereka bicarakan tentang gelar datuk yang tidak bisa di tulis di KTP................?
- Mereka bicara tentang larangan pemerintah tentang berburu babi...........?
- Mereka bicara tentang bagaimana GEBU MINANG BISA MEMBANTU MEREKA SECARA EKONOMIS..!
- Mereka menanyakan yang mana tanah ulayat yang mana bukan ( pada hal mereka itu para datuk/ ninik mamak).................!
-Bahkan walikota padang bicara tentang pembangunan SMA 1 Padang yang baru serta penanggulangan banjir dan sunami............?
Dll, yang kesemuanya di luar konteks seminar, bahwa semua yang mereka bicarakan adalah hal2 tehknis-ekonomis belaka, pada hal apa yang menjadi wacana KKM yang aku baca drafnya, ; BAGAIMANA MENGEMBALIKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT MINANG, BAIK DI RANTAU MAUPUN DI KAMPUNG HALAMAN , SESUAI DENGAN ; ABS-SBK !
Bahwa menurutku, yang seharusnya di bahs adalah ;
- Adat itu apa ? untuk apa ?
- Syarak itu apa ?
- Kitabullah itu apa ?
- Bahwa apa sebabnya anak gadis minang sekarang tidak menutup aurat dianggap sebagai hal yang biasa saja ?
- Apa sebabnya mamak bisa menjual harta pusaka tinggi, pada hal di larang adat ?
- Kenapa sampai BPN SUMATRA BARAT bisa menerbitkan HAK MILIK atas tanah ulayat di minang kabau kepada Transmigran dari pulau jawa ? Apa alas haknya ? Bukankah alas hak atas tanah ulayat itu harus diterbitkan oleh pengulu dan di ketahui oleh KAN ? Atau pernah kah mamak di minang menyerahkan tanah ulayat untuk transmigrasi ?..................segudang pertanyaan tentang ini, makanya dalam seminar itu aku sebut sebagai : PERAMPOKAN TANAH ULAYAT OLEH PEMERINTAH, DAN ITU TERJADI KARENA NINIK MAMAK TAK MENGERTI ADAT, PERAN DAN FUNGSINYA, DAN ATAU TAKUT PADA PENGUASA, WALAUPUN HIDUNGNYA KEMBANG KEMPIS MENYANDANG GELAR DATUK, DAN MEMAKAI BAJU KEBESARAN DATUK !
- kenapa orang luar yang bukan orang minang bisa memakai gelar datuk dari minang ?
- kenapa laki2 yang tidak pernah menetap di ranah minang dapat diangkat jadi D A T U K ? Bukankah gelar datuk itu sejalan dengan tugas yg diembannya ? Nah kalau dia seorang direktur utama sebuah bank besar di jakarta, mungkinkah dia mampu menjalankan peran dan fungsiunya sebagai datuk ? sungguh ini sangat amburadur, dan mesti di bereskan, di luruskan, dikembalikan pada porsinya yang sesuai dengan ketentuan adat, dan untuk itulah seharusnya KKM itu diadakan, bukan ?
- kenapa mamak tidak lagi di hortmati oleh kemenakannya ?
- Dll.............!
Lalu apa solusinya ?
Bahwa kemudian print out dari SKM itu tak lain dan tak bukan adalah draf dari panitia, tentu tidak dapat dihindarkan !
Oh..ya, aku terpaksa setuju dengan pernyataan pak Asril Tanjung ; kok sa titiak tolong di lawikkan, kok sa kapa, tolong gunungkan ! yang apa boleh buat, toh, dan kedepannya berharap pemerintah Sumatra Barat dapat jadi pemerkasa KKM yang lebih baik ! Amin !
Demikian sebagai catatan umum !
Pada bahagian ke-2 saya akan TULIS tentang TANAH ULAYAT DALAM KAITANNYA DENGAN KKM, INSYA'ALLAH !
Bekasi, 17 Desember 2010.
Jumat, 10 Desember 2010
SURAT TERBUKA MARNI MALAY ( KETUA IKATAN CENDIKIAWAN PEREMPUAN MINANG )
oleh PITUAH ADAT MINANGKABAU pada 09 Desember 2010 jam 12:19
SURAT TERBUKA MARNI MALAY ( KETUA IKATAN CENDIKIAWAN PEREMPUAN MINANG ),SEBAGAI TANGGAPAN TERHADAP ;
Surat Terbuka kepada Gubernur
oleh Asraferi Sabri pada 02 Desember 2010 jam 10:31
Harian Singgalang, Kamis, 02 Desember 2010
Kepada Yth ;
Bapak Gubernur Sumatra Barat
Di
Padang
Dengan hormat,
Assalammu'alaikum, Wr. Wb.
Salam kaitan ini terlebih dahulu perlu saya garis bawahi, bahwa saya tidak anggota gebu minang, dan tidak pula terlibat dalam kepanitiaan Kongres Kebudayaan Minang yang akan diadakan di Bukit Tinggi.
Surat ini saya sampaikan karena rasa prihatin saya atas usaha pihak-pihak yang tidak diketahui maksudnya, untuk mencegah diadakannya KKM di bukit tinggi yang menurut saya dengan memakai alasan yang tidak berdasarkan hukum, adat maupun logika dan atau akal sehat.
Sebagai orang Minang di rantau, saya melihat memudarnya budaya adat minang dalam kehidupan masyarakat di Sumatra Barat, itu pulalah yang mendorong saya mendirikan Ikatan Cendikiawan Perempuan Minang , sehingga pada waktu saya membaca undangan akan di adakannya KKM di Bukit Tinggi saya sangat tertarik sekali untuk hadir, sebab apa yang menjadi tujuan panitia ternyata sejalan dengan apa yang menjadi tujuan organisasi perempuan minang yang saya dirikan, karenanya saya langsung mendaftar kan diri berikut sekitar 10 orang anggota pengurus ICPM.
Sungguh tidak dapat disangsikan lagi, kampung halaman bagi kami di rantau tetaplah kampung halaman yang sangat ka,i cintai, sehingga apapun yang terjadi di Sumatra Barat akan slalu menjadi perhatian orang rantau ; hujan ameh di rantau urang, hujan batu di kampuang kito, namun cinto kito tetap ka kampuang juo.
Saya dalam beberapa kali kesempatan sempat berbincang2 dengan ketua panitia KKM melalui chating di internet, dari perbincangan tersebut, saya ambil kesimpulan bahwa apa yg hendak di tuju oleh KKM adalah sama dan sebangun dengan cita2 saya di ICPM, yakni untuk menghidupkan kembali budaya adat di ranah minang yang dewasa ini hampir memudar, tidak relevan lagi dengan ; ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH !
Maka oleh karena itu membaca surat terbuka yang disampaikan untuk menolak dilaksankannya KKM saya sangat prihatin dan tidak habis mengerti, MAKSUDNYA APA ? ADA APA INI ? SIAPA YANG BERADA DI BALIK SEMUA INI ?
Berikut adalah tanggapan saya terhadap surat tersebut ;
1. Pak Irwan Di hari-hari belakangan ini saya sangat cemas dan khawatir. Saya melihat ada kesulitan besar —untuk tidak menyebut bahaya besar— yang akan menimpa daerah dan masyarakat Sumbar pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya, bila kita tidak mampu bersikap arif. Masalahnya adalah rencana pelaksanaan Kongres Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (KKM-GM).
Tanggapan 1 ; Ini adalah ramalan atau tuduhan yang sangat tidak masuk diakal, sekaligus sangat menggelikan, bagaimana mungkin membicarakan budaya sendiri di kampung halaman sendiri disebut sebagai kesulitan atau bahaya besar ? dasar pemikirannya apa ? Bahwa dalam sebuah kongres tidaklah ada pemaksaan kehendak akan hasil akhir dari sebuah kongres, dimana apa yang dibuat sebagai draf oleh panitia, tentunya akan disepakati bersama kalau memang di setujui, dan karena ini berupa hukum adat, tentunya akibat hukum yang memaksa tidak ada dalam pelaksanaannya, lalu bahayanya apa dan atau terletak dimana ?
2. Saya menyadari bahwa Minangkabau bukanlah masalah dan tanggungjawab gubernur, karena gubernur itu untuk Sumbar. Seperti sikap pemerintah nasional, Pemprov Sumbar bisa pula bersikap bahwa kebudayaan daerah menjadi tanggungjawab para pendukungnya, pemerintah daerah hanya mendukung dan memfasilitasi.
Tanggapan 2 ; Jelas Minangkabau adalah tanggung jawab gubernur sebagai kepala pemerintahan, karena berada dalam wilayahnya, dan kebudayaan adalah suatu hal yang menjadi dasar kehidupan sosial masyarakat, yang sesuai dengan otonomi daerah, harus dilestarikan karena mana pembangunan daerah harus sejalan dengan pembangunan budaya masyarakat setempat, dalam hal ini apa dasar pemikiran penulis dengan memakai istilah ;' tanggung jawab para pendukung ?" apakah budaya Minang kabau anda samakan dengan sebuah organisasi atau kelompok yang dewasa ini banyak dibuat ? Sungguh dangkal dan na'ifnya anda !
3. Pak Irwan Setelah menyimak dan membaca rencana dan rancangan keputusan KKM, serta setelah mengikuti polemik di media massa, dialog, diskusi dan persuratan, saya melihat masyarakat Minangkabau telah terpecah antara yang mendukung dan yang menolak. Antara orang kampung dan orang rantau, bahkan telah meluas pada tuduhan sekular dan non-sekular, pelecehan kelembagaan, masalah pribadi, kasar, fitnah, mau benar sendiri, jauh dari perilaku beradat dan tak lagi saling menghormati.
Tanggapan 3 ;
Bahwa apa yang disampaikan penulis dalam alinia ini tak lain dan tak bukan adalah apa yang dia dan kelompoknya lakukan dengan menakan diri ' DEBU MIANG", dalam bentuk akun facebook, Sungguh dari namanya saja kita sudah merasa merinding, bagaimana debumiang bertebaran kemana2, itulah yang telah dan sedang mereka lakukan, entah dengan maksud apa ? Jadi tidak antara orang kampung dan orang rantau !
4.Beberapa hal mendasar yang mencemaskan dan mengkhawatirkan bila KKM tetap dilaksanakan antara lain: Tanggapan 4 :
1.) Berubahnya tatanan nilai dan adat istiadat Minangkabau dari budaya lisan menjadi budaya tertulis, yang pada ujungnya akan mematikan dinamika budaya Minangkabau sehingga akan mempercepat kematiannya. Apa benar KKM akan membuat budaya tertulis ? penulis mempunyai bukti ? Lagi pula sebetulnya menurut saya, justru akan lebih baik budaya Minangkabau mulai ditulis agar tidak hilang , seperti yang dilakukan Khalifah dalam menulis Al'Quran, agar kemudian bisa di pelajari untuk dipahami oleh masyarakat pada masa mendatang, karenanya, justru kalau tidak dari sekarang kita tulis ada kemungkinan budaya Minangkabau akan tinggal nama saja lagi. Bahwa seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu tentunya budaya itu akan berkembang pula dan akan dicatat oleh masyarakat digenerasi berikutnya, namun tentunya tetap pada acuan dasar ABS-SBK, dengan kata lain : sakali aia gadang , sakali tapian baraliah, namun baraliah , di tapi juo !
2.) Rusaknya tatanan kekeluargaan berbasis ibu (matrilineal) sebagaimana menjadi keinginan terselubung KKM-GM Ini benar2 fitnah yang tidak bertanggung jawab, karena saya juga telah membaca draf KKM itu , meskipun ada beberapa hal yang saya tidak sependapat, namun tidak ada memuat hal-hal yang disebutkan di point ini.
3.) Hilangnya kedaulatan “nagari sebagai satu kesatuan wilayah adat” sebagai akibat penyeragaman yang diinginkan kongres. Ini juga tidak benar, bahwa yang hendak dilakukan KKM sebagaimana hasil perbincangan saya dengan panitia, dan apa yang saya baca di draf itu, KKM hanyalah sarana untuk mengembalikan kehidupan masyarakat minang sesuai dengan ABS-SBK.
4). Terbangunnya lembaga budaya bam yang terstruktur dan hierarkhis di semua tingkat daerah ‘mendampingi’ struktur organisasi birokrasi pemerin tahan daerah yang ada sehingga akan terjadi dualisme.Waw, alangkah indah dan manisnya hasutan ini, bahwa apapun yang dihasilkan oleh KKM nantinya sudah pasti bukan hukum ositif dan sudah pasti juga bukan hal yang akan bertentangan dengan pemerintahan, sebab apa bila masyarakat minang hidup sesuai dengan budaya minang, maka aturan main termasuk cara2 menghormati pemimpin semua nya diatur oleh adat sedemikian rupa, yang akan mendorong kemajuan daerah. Pendek kata alinia ini menurut saya adalah alinia provokasi !
5). Terjadinya beda pendapat tajam yang bisa berujung bentrokan antara pendukung dan penentang dalam sidang kongres, yang bukan tidak mungkin akan merusak ketertiban dan keamanan daerah. Dari alinia ini saya menyadari, penulis tidak begitu memahami budaya demokrasi yang sejak lama sudah menjadi akar budaya dan kehidupan masyarakat minang, yang mana ; tagak samo tinggi duduak samo randah, basusun kayu di tungku, basilang mangkonyo iduik. Bahwa tentu saja kan ada perbedaan pendapat dalam kongres, justru itu bagaimana kita melaksanakan kongres itu sesuai dengan ketentuan adat, dan tentang akan terjadi kisruh keamanan, tentunya dengan kerjasama yang baik dengan aparat keamanan setempat ini bukanlah hal yang perlu ditakutkan !
6.) Memperlebar jarak antara budaya dan masyarakat Minangkabau dengan pemerintah daerah Sumatra BaratBahwa di era otonomi ini justru pemerintah dituntut untuk mengembangkan budaya setempat dan atau d pelaksanaan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan dan budaya sosial masyarakat setempat, Atas dasar pemikiran apa penulis surat ini berpendapat demikian, bukankah ini juga bentuk2 provokasi ?
7). Hilangnya kepercayaan masyarakat Minangkabau kepada otoritas kepemimpinan di daerah, khususnya dan kepada Pemprov Sumbar pada umumnya. Dalam budaya Minangkabau, menghormati pemimpin ada aturan adatnya, seperti ; rajo adil rajo di sambah, rajo lalim rojo disanggah . Bahwa apabila adat dipakai dalam kehidupan masyarakat Mianang, maka pemimpin yang amanah akan mendapat tempat yang sangat mulya, sehingga akan mendorong majunya Sumatra Barat.
8) Terpecahnya budaya dan adat Minangkabau karena KKM-GM tidak mengikutkan masyarakat adat Minangkabau yang ada di luar Sumbar seperti di Bangkinang/Kampar (Riau), Kerinci (Jambi), Negeri Sembilan (Malaysia) dll. Ini juga sangat menggelikan, karena undangan disamping dikrim langsung juga disampaikan secara terbuka secara online melalui internet, guna terjangkaunya tempat2 yang jauh !
Tanggapan 5; PENUTUP
Bapak Gubernur yang kami mulyakan,
Sesuai dengan draf yang saya baca, tentunya bapak juga sudah membacanya, dan hasil perbincangan saya dengan Bapak Safaarudin, ketua panitia KKM, tak lain dan tak bukan, ini diadakan untuk mengembalikan kehidupan soisial masyarakat Minang kabau sesuai dengan ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH, omong kosong segala hal yang disampaikan bertentangan dengan itu. Bahwa saya yakin Bapak cukup cerdas untuk tidak terdokrinasi oleh penulis dan kelompok2 lainnya yang menentang KKM entah dengan maksud apa, ada apa dan siapa dibelakangnya ? Demikian yang dapat saya sampaikan.
Bekasi, 6 Desenber 2010.
Wassalam ,
MARNI MALAY
___________________________________________________________________________________________________
INILAH SURAT ITU !
Surat Terbuka kepada Gubernur
oleh Asraferi Sabri pada 02 Desember 2010 jam 10:31
Harian Singgalang, Kamis, 02 Desember 2010
Surat Terbuka kepada Gubernur
HAWARI SIDDIK
Saya tulis surat ini dengan dua harapan. Pertama, semoga bapak serta keluarga dan segenap staf berada dalam keadaan sehat untuk dapat melaksanakan tugas memimpin Sumatra Barat dengan dengan sebaik-baiknya. Kedua, semoga bapak dapat menangkap maksud surat ini dengan baik, karena dia keluar dari hati dan kecintaan pada daerah ini.
Pak Irwan Di hari-hari belakangan ini saya sangat cemas dan khawatir. Saya melihat ada kesulitan besar —untuk tidak menyebut bahaya besar— yang akan menimpa daerah dan masyarakat Sumbar pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya, bila kita tidak mampu bersikap arif. Masalahnya adalah rencana pelaksanaan Kongres Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (KKM-GM).
Saya menyadari bahwa Minangkabau bukanlah masalah dan tanggungjawab gubernur, karena gubernur itu untuk Sumbar. Seperti sikap pemerintah nasional, Pemprov Sumbar bisa pula bersikap bahwa kebudayaan daerah menjadi tanggungjawab para pendukungnya, pemerintah daerah hanya mendukung dan memfasilitasi.
Namun siapa bisa memungkiri bahwa Sumbar adalah “rumah”nya Minangkabau, bahwa mayoritas penduduknya adalah orang Minangkabau, bahwa bapak dan wakil bapak adalah pemangku adat dan ninik mamak Minangkabau, bahwa apapun yang bapak rencanakan untuk Sumbar pasti berkaitan dengan masyarakat dan budaya Minangkabau. Maka adalah sangat tidak bijak bila bapak selaku Gubernur Sumbar bersikap netral, dan menutup diri menyikapi bahaya yang akan menimpa Minangkabau.
Pak Irwan Setelah menyimak dan membaca rencana dan rancangan keputusan KKM, serta setelah mengikuti polemik di media massa, dialog, diskusi dan persuratan, saya melihat masyarakat Minangkabau telah terpecah antara yang mendukung dan yang menolak. Antara orang kampung dan orang rantau, bahkan telah meluas pada tuduhan sekular dan non-sekular, pelecehan kelembagaan, masalah pribadi, kasar, fitnah, mau benar sendiri, jauh dari perilaku beradat dan tak lagi saling menghormati.
Sampai hari ini saya tidak melihat secercah pun titik temu. Tanpa menghiraukan penolakan dari hampir seluruh lapisan masyarakat di kampung dan perantauan, GM tetap saja akan melaksanakan kongres pada tanggal 12-13 Desember 2010.
Beberapa hal mendasar yang mencemaskan dan mengkhawatirkan bila KKM tetap dilaksanakan antara lain:
1. Berubahnya tatanan nilai dan adat istiadat Minangkabau dari budaya lisan menjadi budaya tertulis, yang pada ujungnya akan mematikan dinamika budaya Minangkabau sehingga akan mempercepat kematiannya. 2. Rusaknya tatanan kekeluargaan berbasis ibu (matrilineal) sebagaimana menjadi keinginan terselubung KKM-GM.
2. Rusaknya tatanan kekeluargaan berbasis ibu (matrilineal) sebagaimana menjadi keinginan terselubung KKM-GM
3. Hilangnya kedaulatan “nagari sebagai satu kesatuan wilayah adat” sebagai akibat penyeragaman yang diinginkan kongres.
3. Terbangunnya lembaga budaya bam yang terstruktur dan hierarkhis di semua tingkat daerah ‘mendampingi’ struktur organisasi birokrasi pemerin tahan daerah yang ada sehingga akan terjadi dualisme.
5. Terjadinya beda pendapat tajam yang bisa berujung bentrokan antara pendukung dan penentang dalam sidang kongres, yang bukan tidak mungkin akan merusak ketertiban dan keamanan daerah.
6. Memperlebar jarak antara budaya dan masyarakat Minangkabau dengan pemerintah daerah Sumatra Barat
7. Hilangnya kepercayaan masyarakat Minangkabau kepada otoritas kepemimpinan di daerah, khususnya dan kepada Pemprov Sumbar pada umumnya.
8. Terpecahnya budaya dan adat Minangkabau karena KKM-GM tidak mengikutkan masyarakat adat Minangkabau yang ada di luar Sumbar seperti di Bangkinang/Kampar (Riau), Kerinci (Jambi), Negeri Sembilan (Malaysia) dll.
Saya tahu bapak telah meminta GM untuk tidak memaksa diri menetapkan tanggal pelaksanaan kongres, namun permintaan itu tidak dihiraukan. Alasan penetapan jadwal adalah karena masa kerja kepengurusan GM akan berakhir tahun ini. Sebuah alasan yang sungguh tak masuk akal karena mempertaruhkan nasib kebudayaan dan harga diri masyarakat Minangkabau. Saya curiga ada yang disembunyikan di balik itu!
Perilaku para penggagas dan panitia kongres ini, sungguh sangat menyakitkan, seakan menantang kita di kampung. Saya tidak semua pengurus GM mendukung kongres sebagaimana banyak pernyataan yang kami terima. Panitia pun kelihatan tidak lagi mampu bersikap jujur seperti dengan memutarbalikkan hasil dialog dengan pemuka adat Nagari Kurai Limo Jorong, Kota Bukittinggi, tanggal 21 Nopember yang lalu, sebagai terbaca di internet. Begitu juga yang terjadi dalam dialog apa yang disebut Pra Kongres di Gubernuran, 12 Oktober yang lalu.
Tak bisa saya bohongi, terkadang saya berpikir, siapa sih sesungguhnya GM itu, apa sih yang telah diperbuat dan dirancangnya untuk Minangkabau? Kok bisa-bisanya dia datang dan menepuk dada di depan kita yang tengah hidup damai dengan Minangkabau. Kita tidak pernah berhenti berbuat untuk Minangkabau tetapi jelas tidak seperti yang mereka pikirkan.
Maka, Pak Gubernur, dari hati paling dalam saya berharap, bersikaplah Bapak. Tolonglah carikan jalan agar rencana untuk berkongres itu dibatalkan saja atau kalau mau berkongres juga, lakukanlah di rantau saja. Tolonglah Pak, demi harga diri kita dan keinginan kami untuk meningkat kepercayaan dan harapan kami kepada bapak. (*)
Catatan tambahan untuk menjelaskan:
1. GM adalah kependekan Gebu Minang
2. Tulisan aslinya baca di koran Harian Singgalang atau lihat versi web di
Harian Singgalang : Surat Terbuka kepada Gubernur HAWARI SIDDIK
Langganan:
Postingan (Atom)
Label
- ikan (1)
- Imam Al-Ghazali (1)
- TANAH DIJUAL (1)