Bahwa apa yang menjadi tujuan dari kongres itu sendiri adalah secara umum dapat dikatakan sebagai ' perjuangan gender dan atau emansipasi wanita.
Namun apa yang dihasilkan dari kongres tersebut, tak jelas selin sekedar penetapan hari ibu, yang sekarang secara umum diterjemahkan sebagai hari pada saat mana orang2 menunjukan kasih sayang kepada ibu atau perempuan.
Namun apa yang dihasilkan dari kongres tersebut, tak jelas selin sekedar penetapan hari ibu, yang sekarang secara umum diterjemahkan sebagai hari pada saat mana orang2 menunjukan kasih sayang kepada ibu atau perempuan.
Bertolak dari apa yang diperjuangkan tersebut jelas ini irrelevan dengan keberadaan Bundo Kanduang di ranah minang, yang nota bene, meskipun tidak ada sumber data tertulis, dunia mengakui, bundo kanduang tidak berkepentingan untuk tujuan itu, karena dari awal keberadaan perempuan minang dalam masyarakat sudah menempati kedudukan yang setara dengan kaum lelaki,bahkan boleh di bilang dalam rapat2 kaum, rapat2 adat, tidak ada keputusan yang bisa diambil tanpa persetujuan perempuan, atau Bundo Kanduang.
Bahwa pada masa penjajahan, para pejuang wanita di Ranah Minang, tidak lagi berjuang dalam bentuk persamaan gender, namun sama dengan kaum lelaki, yaitu perjuangan melawan penjajah,sebagaimana yang dilakukan oleh Rohana Kudus dan Siti Manggopoh !
Siapakah Sitti Mangopoh ini ?. Sitti Mangopoh dijuluki juga sebgai ' SINGA BETINA DARI RANAH MINANG, adalah perempuan pejuang dari desa kecil terpencil di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. “Perempuan pejuang yang berjuang bersama kaum laki-laki tanpa mengenal perbedaan jenis gender. Ia tidak mengusung idealismenya dalam tuntutan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang dilakukannya adalah menggelorakan semangat anti penjajahan.
Demikian juga halnya Rohanna Kudus, sang jurnalis perempuan dari ranah minang, bahwa kalau kita lihat perjuangannya melawan penjajah melalui tulisannya di media, sungguh tidak pantas dia di sejajarkan dengan KARNTINI yang hanya bisa curhat dan berkeluh kesah kepada noni belanda, putri penjajah, dan pasrah menikah dengan bupati jepara yang sudah tua.
Tidak, sebagai putri minang saya tidak akan pernah meminta kepada pemerintah agar kedua orang itu diangkat jadi pahlawan nasional, BAHWA TUJUAN SAYA DI SINI , tak lain dan tak bukan untuk membuka mata hati para generasi minang, mengobarkan semangat mereka sebagai mana bergeloranya semangat juang kedua putri minang tersebut, tentunya dalam bentuk yang sesuai dan di butuhkan pada masa sekarang !
Adalah RELEVAN saya kemukakan disini BAHWA Dalam Adat Minangkabau Kedudukan wanita mendapat tempat yang sangat mulia dan terhormat, baik karena seorang ibu lebih dominan dalam menentukan watak manusia yang dilahirkan, karena ibulah yang mendidik anak2 mulai dari dalam rumah maupun karena peranannya sebagai juru kunci harta pusaka, hal mana kalau kita kaitkan dengan Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (Aku mengartikannya sebagai Alquran dan hadist Rasul) jelas sangat sejalan.
Bahwa pengertian juru kunci disini bukanlah berarti sebagai petugas administratif belaka, namun lebih kepada pengendali, yang mana segala sesuatu yang akan diperbuat terhadap harta pusaka itu, harus melalui musyawarah yang mana hak perempuan dan lelaki sama, seperti misalnya dalam menggadai harta pusaka, tidak akan dapat dilakukan tanpa persetujuan anggota kaum perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMENTAR ANDA, KRITIK DAN SARAN DARI ANDA AKAN MEMBUAT BLOG INI BERMANFAAT !