Senin, 06 Desember 2010

SURAT TERBUKA MARNI MALAY ( KETUA IKATAN CENDIKIAWAN PEREMPUAN MINANG ),SEBAGAI TANGGAPAN TERHADAP  ;

Surat Terbuka kepada Gubernur

oleh Asraferi Sabri pada 02 Desember 2010 jam 10:31
Harian Singgalang, Kamis, 02 Desember 2010
Kepada Yth ;
Bapak Gubernur Sumatra Barat 
Di 
Padang 

Dengan hormat,
Assalammu'alaikum, Wr. Wb.
Salam kaitan ini terlebih dahulu perlu saya garis bawahi, bahwa saya tidak anggota gebu minang, dan tidak pula terlibat dalam kepanitiaan Kongres Kebudayaan Minang yang akan diadakan di Bukit Tinggi.

Surat ini saya sampaikan karena rasa prihatin saya atas usaha pihak-pihak yang tidak diketahui maksudnya, untuk mencegah diadakannya KKM di bukit tinggi  yang menurut saya dengan memakai alasan yang tidak berdasarkan hukum, adat maupun logika dan atau akal sehat.

Sebagai orang Minang di rantau, saya melihat memudarnya budaya adat minang dalam kehidupan masyarakat di Sumatra Barat, itu pulalah yang mendorong saya mendirikan Ikatan Cendikiawan Perempuan Minang , sehingga pada waktu saya membaca undangan akan di adakannya KKM di Bukit Tinggi saya sangat tertarik sekali untuk hadir, sebab apa yang menjadi tujuan panitia ternyata sejalan dengan apa yang menjadi tujuan organisasi perempuan minang yang saya dirikan, karenanya saya langsung mendaftar kan diri berikut sekitar 10 orang anggota pengurus ICPM.

Sungguh tidak dapat disangsikan lagi, kampung halaman bagi kami di rantau tetaplah kampung halaman yang sangat ka,i cintai, sehingga apapun yang terjadi di Sumatra Barat akan slalu menjadi perhatian orang rantau ; hujan ameh di rantau urang, hujan batu di kampuang kito, namun cinto kito tetap ka kampuang juo.

Saya dalam beberapa kali kesempatan sempat berbincang2 dengan ketua panitia KKM melalui chating di internet, dari perbincangan tersebut, saya ambil kesimpulan bahwa apa yg hendak di tuju oleh KKM adalah sama dan sebangun dengan cita2 saya di ICPM, yakni untuk menghidupkan kembali budaya adat di ranah minang yang dewasa ini hampir memudar, tidak relevan lagi dengan ; ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH !

Maka oleh karena itu membaca surat terbuka yang disampaikan untuk menolak dilaksankannya KKM saya sangat prihatin dan tidak habis mengerti, MAKSUDNYA APA ? ADA APA INI ? SIAPA YANG BERADA DI BALIK SEMUA INI ?

Berikut adalah tanggapan saya terhadap surat tersebut ;
1. Pak Irwan
Di hari-hari belakangan ini saya sangat cemas dan khawatir. Saya melihat ada kesulitan besar —untuk tidak menyebut bahaya besar— yang akan menimpa daerah dan masyarakat Sumbar pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya, bila kita tidak mampu bersikap arif. Masalahnya adalah rencana pelaksanaan Kongres Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (KKM-GM).
Tanggapan 1 ; 
Ini adalah ramalan atau tuduhan yang sangat tidak masuk diakal, sekaligus sangat menggelikan, bagaimana mungkin membicarakan budaya sendiri di kampung halaman sendiri disebut sebagai kesulitan atau bahaya besar ? dasar pemikirannya apa ? 
Bahwa dalam sebuah kongres tidaklah ada pemaksaan kehendak akan hasil akhir dari sebuah kongres, dimana apa yang dibuat sebagai draf oleh panitia, tentunya akan disepakati bersama kalau memang di setujui, dan karena ini berupa hukum adat, tentunya akibat hukum yang memaksa tidak ada dalam pelaksanaannya, lalu bahayanya apa dan atau terletak dimana ?

2. Saya menyadari bahwa Minangkabau bukanlah masalah dan tanggungjawab gubernur, karena gubernur itu untuk Sumbar. Seperti sikap pemerintah nasional, Pemprov Sumbar bisa pula bersikap bahwa kebudayaan daerah menjadi tanggungjawab para pendukungnya, pemerintah daerah hanya mendukung dan memfasilitasi.
Tanggapan 2 ; 
Jelas Minangkabau adalah tanggung jawab gubernur sebagai kepala pemerintahan, karena berada dalam wilayahnya, dan kebudayaan adalah suatu hal yang menjadi dasar kehidupan sosial masyarakat, yang sesuai dengan otonomi daerah, harus dilestarikan karena mana pembangunan daerah harus sejalan dengan pembangunan budaya masyarakat setempat, dalam hal ini apa dasar pemikiran penulis dengan memakai istilah ;' tanggung jawab para pendukung ?" apakah budaya Minang kabau anda samakan dengan sebuah organisasi atau kelompok yang dewasa ini banyak dibuat ? Sungguh dangkal dan na'ifnya anda !
3. Pak Irwan
Setelah menyimak dan membaca rencana dan rancangan keputusan KKM, serta setelah mengikuti polemik di media massa, dialog, diskusi dan persuratan, saya melihat masyarakat Minangkabau telah terpecah antara yang mendukung dan yang menolak. Antara orang kampung dan orang rantau, bahkan telah meluas pada tuduhan sekular dan non-sekular, pelecehan kelembagaan, masalah pribadi, kasar, fitnah, mau benar sendiri, jauh dari perilaku beradat dan tak lagi saling menghormati.
Tanggapan 3 ;
Bahwa apa yang disampaikan penulis dalam alinia ini tak lain dan tak bukan adalah apa yang dia dan kelompoknya lakukan dengan menakan diri ' DEBU MIANG", dalam bentuk akun facebook,  Sungguh dari namanya saja kita sudah merasa merinding, bagaimana debumiang bertebaran kemana2, itulah yang telah dan sedang mereka lakukan, entah dengan maksud apa ? Jadi tidak antara orang kampung dan orang rantau  !

4.Beberapa hal mendasar yang mencemaskan dan mengkhawatirkan bila KKM tetap dilaksanakan antara lain:
Tanggapan 4 :
1.)  Berubahnya tatanan nilai dan adat istiadat Minangkabau dari budaya lisan menjadi budaya tertulis, yang pada ujungnya akan mematikan dinamika budaya Minangkabau sehingga akan mempercepat kematiannya.
Apa benar KKM akan membuat budaya tertulis ? penulis mempunyai bukti ? Lagi pula sebetulnya menurut saya, justru akan lebih baik budaya Minangkabau mulai ditulis agar tidak hilang , seperti yang dilakukan Khalifah dalam menulis Al'Quran, agar kemudian bisa di pelajari untuk dipahami oleh masyarakat pada masa mendatang, karenanya, justru kalau tidak dari sekarang kita tulis ada kemungkinan budaya Minangkabau akan tinggal nama saja lagi. Bahwa  seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu tentunya budaya itu akan berkembang pula dan akan dicatat oleh masyarakat digenerasi berikutnya, namun tentunya tetap pada acuan dasar ABS-SBK, dengan kata lain : sakali aia gadang , sakali tapian baraliah, namun baraliah , di tapi juo !
2.) Rusaknya tatanan kekeluargaan berbasis ibu (matrilineal) sebagaimana menjadi keinginan terselubung KKM-GM
Ini benar2 fitnah yang tidak bertanggung jawab, karena saya juga telah membaca draf KKM itu , meskipun ada beberapa hal yang saya tidak sependapat, namun tidak ada memuat hal-hal yang disebutkan di point ini.
3.) Hilangnya kedaulatan “nagari sebagai satu kesatuan wilayah adat” sebagai akibat penyeragaman yang diinginkan kongres.
Ini juga tidak benar, bahwa yang hendak dilakukan KKM sebagaimana hasil perbincangan saya dengan panitia, dan apa yang saya baca di draf itu, KKM hanyalah sarana untuk mengembalikan kehidupan masyarakat minang sesuai dengan ABS-SBK.
4). Terbangunnya lembaga budaya bam yang terstruktur dan hierarkhis di semua tingkat daerah ‘mendampingi’ struktur organisasi birokrasi pemerin tahan daerah yang ada sehingga akan terjadi dualisme.Waw, alangkah indah dan manisnya hasutan ini, bahwa apapun yang dihasilkan oleh KKM nantinya sudah pasti bukan hukum ositif dan sudah pasti juga bukan hal yang akan bertentangan dengan pemerintahan, sebab apa bila masyarakat minang hidup sesuai dengan budaya minang, maka aturan main termasuk cara2 menghormati pemimpin semua nya diatur oleh adat sedemikian rupa, yang akan mendorong kemajuan daerah. Pendek kata alinia ini menurut saya adalah alinia provokasi !
5). Terjadinya beda pendapat tajam yang bisa berujung bentrokan antara pendukung dan penentang dalam sidang kongres, yang bukan tidak mungkin akan merusak ketertiban dan keamanan daerah.
Dari alinia ini saya menyadari, penulis tidak begitu memahami budaya demokrasi yang sejak lama sudah menjadi akar budaya dan kehidupan masyarakat minang, yang mana ; tagak samo tinggi duduak samo randah, basusun kayu di tungku, basilang mangkonyo iduik.
Bahwa tentu saja kan ada perbedaan pendapat dalam kongres, justru itu bagaimana kita melaksanakan kongres itu sesuai dengan ketentuan adat, dan tentang akan terjadi kisruh keamanan, tentunya dengan kerjasama yang baik dengan aparat keamanan setempat ini bukanlah hal yang perlu ditakutkan !
6.) Memperlebar jarak antara budaya dan masyarakat Minangkabau dengan pemerintah daerah Sumatra BaratBahwa di era otonomi ini justru pemerintah dituntut untuk mengembangkan budaya setempat dan atau d pelaksanaan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan dan budaya sosial masyarakat setempat,
Atas dasar pemikiran apa penulis surat ini berpendapat demikian, bukankah ini juga bentuk2 provokasi ?

7). Hilangnya kepercayaan masyarakat Minangkabau kepada otoritas kepemimpinan di daerah, khususnya dan kepada Pemprov Sumbar pada umumnya.
Dalam budaya Minangkabau, menghormati pemimpin ada aturan adatnya, seperti ; rajo adil rajo di sambah, rajo lalim rojo disanggah .
Bahwa apabila adat dipakai dalam kehidupan masyarakat Mianang, maka pemimpin yang amanah akan mendapat tempat yang sangat mulya, sehingga akan mendorong majunya Sumatra Barat.

8) Terpecahnya budaya dan adat Minangkabau karena KKM-GM tidak mengikutkan masyarakat adat Minangkabau yang ada di luar Sumbar seperti di Bangkinang/Kampar (Riau), Kerinci (Jambi), Negeri Sembilan (Malaysia) dll.
Ini juga sangat menggelikan, karena undangan disamping dikrim langsung juga disampaikan secara terbuka secara online melalui internet, guna terjangkaunya tempat2 yang jauh !
Tanggapan 5; PENUTUP
Bapak Gubernur yang kami mulyakan,
Sesuai dengan draf yang saya baca, tentunya bapak juga sudah membacanya, dan hasil perbincangan saya dengan Bapak Safaarudin, ketua panitia KKM, tak lain dan tak bukan, ini diadakan untuk mengembalikan kehidupan soisial masyarakat Minang kabau sesuai dengan ADAT BASANDI SYARAK SYARAK BASANDI KITABULLAH, omong kosong segala hal yang disampaikan bertentangan dengan itu.
Bahwa saya yakin Bapak cukup cerdas untuk tidak terdokrinasi oleh penulis dan kelompok2 lainnya yang menentang KKM entah dengan maksud apa, ada apa dan siapa dibelakangnya ?
Demikian yang dapat saya sampaikan.
Bekasi, 6 Desenber 2010.
Wassalam ,
MARNI MALAY

Surat Terbuka kepada Gubernur

oleh Asraferi Sabri pada 02 Desember 2010 jam 10:31
Harian Singgalang, Kamis, 02 Desember 2010

Surat Terbuka kepada Gubernur

HAWARI SIDDIK

Saya tulis surat ini dengan dua harapan. Pertama, semoga bapak serta keluarga dan segenap staf berada dalam keadaan sehat untuk dapat melaksanakan tugas memimpin Sumatra Barat dengan dengan sebaik-baiknya. Kedua, semoga bapak dapat menangkap maksud surat ini dengan baik, karena dia keluar dari hati dan kecintaan pada daerah ini.

Pak Irwan
Di hari-hari belakangan ini saya sangat cemas dan khawatir. Saya melihat ada kesulitan besar —untuk tidak menyebut bahaya besar— yang akan menimpa daerah dan masyarakat Sumbar pada umumnya dan Minangkabau pada khususnya, bila kita tidak mampu bersikap arif. Masalahnya adalah rencana pelaksanaan Kongres Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (KKM-GM).

Saya menyadari bahwa Minangkabau bukanlah masalah dan tanggungjawab gubernur, karena gubernur itu untuk Sumbar. Seperti sikap pemerintah nasional, Pemprov Sumbar bisa pula bersikap bahwa kebudayaan daerah menjadi tanggungjawab para pendukungnya, pemerintah daerah hanya mendukung dan memfasilitasi.

Namun siapa bisa memungkiri bahwa Sumbar adalah “rumah”nya Minangkabau, bahwa mayoritas penduduknya adalah orang Minangkabau, bahwa bapak dan wakil bapak adalah pemangku adat dan ninik mamak Minangkabau, bahwa apapun yang bapak rencanakan untuk Sumbar pasti berkaitan dengan masyarakat dan budaya Minangkabau. Maka adalah sangat tidak bijak bila bapak selaku Gubernur Sumbar bersikap netral, dan menutup diri menyikapi bahaya yang akan menimpa Minangkabau.

Pak Irwan
Setelah menyimak dan membaca rencana dan rancangan keputusan KKM, serta setelah mengikuti polemik di media massa, dialog, diskusi dan persuratan, saya melihat masyarakat Minangkabau telah terpecah antara yang mendukung dan yang menolak. Antara orang kampung dan orang rantau, bahkan telah meluas pada tuduhan sekular dan non-sekular, pelecehan kelembagaan, masalah pribadi, kasar, fitnah, mau benar sendiri, jauh dari perilaku beradat dan tak lagi saling menghormati.

Sampai hari ini saya tidak melihat secercah pun titik temu. Tanpa menghiraukan penolakan dari hampir seluruh lapisan masyarakat di kampung dan perantauan, GM tetap saja akan melaksanakan kongres pada tanggal 12-13 Desember 2010.

Beberapa hal mendasar yang mencemaskan dan mengkhawatirkan bila KKM tetap dilaksanakan antara lain:

1. Berubahnya tatanan nilai dan adat istiadat Minangkabau dari budaya lisan menjadi budaya tertulis, yang pada ujungnya akan mematikan dinamika budaya Minangkabau sehingga akan mempercepat kematiannya.
2. Rusaknya tatanan kekeluargaan berbasis ibu (matrilineal) sebagaimana menjadi keinginan terselubung KKM-GM.

3. Hilangnya kedaulatan “nagari sebagai satu kesatuan wilayah adat” sebagai akibat penyeragaman yang diinginkan kongres.

4. Terbangunnya lembaga budaya bam yang terstruktur dan hierarkhis di semua tingkat daerah ‘mendampingi’ struktur organisasi birokrasi pemerin tahan daerah yang ada sehingga akan terjadi dualisme.

5. Terjadinya beda pendapat tajam yang bisa berujung bentrokan antara pendukung dan penentang dalam sidang kongres, yang bukan tidak mungkin akan merusak ketertiban dan keamanan daerah.

6. Memperlebar jarak antara budaya dan masyarakat Minangkabau dengan pemerintah daerah Sumatra Barat

7. Hilangnya kepercayaan masyarakat Minangkabau kepada otoritas kepemimpinan di daerah, khususnya dan kepada Pemprov Sumbar pada umumnya.

8. Terpecahnya budaya dan adat Minangkabau karena KKM-GM tidak mengikutkan masyarakat adat Minangkabau yang ada di luar Sumbar seperti di Bangkinang/Kampar (Riau), Kerinci (Jambi), Negeri Sembilan (Malaysia) dll.

Saya tahu bapak telah meminta GM untuk tidak memaksa diri menetapkan tanggal pelaksanaan kongres, namun permintaan itu tidak dihiraukan. Alasan penetapan jadwal adalah karena masa kerja kepengurusan GM akan berakhir tahun ini. Sebuah alasan yang sungguh tak masuk akal karena mempertaruhkan nasib kebudayaan dan harga diri masyarakat Minangkabau. Saya curiga ada yang disembunyikan di balik itu!

Perilaku para penggagas dan panitia kongres ini, sungguh sangat menyakitkan, seakan menantang kita di kampung. Saya tidak semua pengurus GM mendukung kongres sebagaimana banyak pernyataan yang kami terima. Panitia pun kelihatan tidak lagi mampu bersikap jujur seperti dengan memutarbalikkan hasil dialog dengan pemuka adat Nagari Kurai Limo Jorong, Kota Bukittinggi, tanggal 21 Nopember yang lalu, sebagai terbaca di internet. Begitu juga yang terjadi dalam dialog apa yang disebut Pra Kongres di Gubernuran, 12 Oktober yang lalu.

Tak bisa saya bohongi, terkadang saya berpikir, siapa sih sesungguhnya GM itu, apa sih yang telah diperbuat dan dirancangnya untuk Minangkabau? Kok bisa-bisanya dia datang dan menepuk dada di depan kita yang tengah hidup damai dengan Minangkabau. Kita tidak pernah berhenti berbuat untuk Minangkabau tetapi jelas tidak seperti yang mereka pikirkan.

Maka, Pak Gubernur, dari hati paling dalam saya berharap, bersikaplah Bapak. Tolonglah carikan jalan agar rencana untuk berkongres itu dibatalkan saja atau kalau mau berkongres juga, lakukanlah di rantau saja. Tolonglah Pak, demi harga diri kita dan keinginan kami untuk meningkat kepercayaan dan harapan kami kepada bapak. (*) 

Catatan tambahan untuk menjelaskan:
1. GM adalah kependekan Gebu Minang
2. Tulisan aslinya baca di koran Harian Singgalang atau lihat versi web di www.hariansinggalang.co.id

1 komentar:

  1. Setuju dengan pernyataan-pernyataan Etek, ambo indak mangarati pikiran-pikiran urang yang aneh-aneh. Karano ambo juga urang Minang tapi indak maraso akan terjadi "Bahaya Besar" dengan kaum kito. Jangan dibesar-besarkan ......

    BalasHapus

KOMENTAR ANDA, KRITIK DAN SARAN DARI ANDA AKAN MEMBUAT BLOG INI BERMANFAAT !

Label

Translate

aku dan sabrina, my classmate

aku dan sabrina, my classmate